7 Februari 2014

Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat


 Ngayogyakarta Hadiningrat

Ternyata lama sekali aku tidak menginjakkan kaki ke Kraton Jogja. Hampir sebelas tahun. Sering sih ke Jogja, tapi tidak ke keratonnya. Dan Keraton Jogja masih tetap mengesankan seperti dulu. Anggun dalam keklasikannya.

 Bagian depan
Aku ke sana bersama dua orang rekan kerja karena memang aku sudah berjanji. Selain itu tumpukan kerjaan yang gak kelar-kelar membuat kami membutuhkan suatu petualangan yang bisa me-refresh sistem kerja otak. Karena saat itu hanya ada hari Minggu liburnya, jadilah kami putuskan untuk short trip saja. Exproling dalam kota, yang pastinya salah satunya kami ingin ke keraton. 

  
Masuk keraton
Saat ke keraton, kami tidak mengunjungi  yang bagian depan alun-alun. Namun, kami memutar lewat Jalan Ngasem ke arah keraton bagian belakang. Menurut saya disitu lebih menarik. Selain bisa melihat lukisan Raden Saleh, siapa tahu saja kami sempat melihat atraksi-atraksi lain yang kadang memang disajikan dibeberapa bangsal.

  
Jalan Ngasem

Masuk ke keraton pun tidak mahal tiketnya. Wisatawan domestik hanya dikenakan tiket lima ribu rupiah, dan seribu rupiah untuk kamera yang kami bawa. 

 
Bagian dalam keraton 
 

Belakang kami itu adalah dining room nya
Setelah berputar-putar akhirnya kami menemukan ruangan tempat dipamerkannya lukisan-lukisan Raden Saleh. Ruangan itu dulunya tempat putra mahkota. Lukisan Raden Saleh ini terkenal karena dibuat semacam tiga dimensi. Jadi saat kita melihat mata orang yang dilukis dari sisi kanan, kemudian kita bergeser ke sisi kiri, matanya seolah-olah mengikuti kita. Hampir semua lukisan di ruangan itu begitu. Kami seperti anak kecil mencoba semua lukisannya. Bergeser-geser dari kanan dan kiri lukisan sambil tertawa  sendiri. Menertawakan mata yang mengejar kami. Seolah main petak umpet. 

  
Apakah matanya sedang memandangmu?

Kami pun beruntung, setelah puas dengan lukisan-lukisan Raden Saleh tadi, kami disuguhi sebuah pagelaran yang menarik. Penari-penari keraton yang sedang berlatih di sebuah bangsal diiringi musik gamelan live. Kami pun sejenak berhenti menikmati. Rasanya terpukau oleh gemulai para penari perempuan. Cantik-cantik dan wangi. Penari laki-lakinya pun tak kalah gagah. Meski kami agak malu-malu memandang mereka karena mereka topless. Mereka tampak biasa saat mengenakan baju abdi dalem, namun saat berubah kostum penari. Terpancarlah aura ksatrianya. 

 
Mas penari sebelum berubah kostum


 
Knightly banget kan ya


Ayu
Selain itu di bangsal depan ada pertunjukan tarian juga. Sepertinya tarian itu digunakan untuk menyambut turis-turis asing yang sedang bertandang, ramainya. Suara gamelannya seolah berbeda. Terasa lebih nyaring daripada gamelan-gamelan biasanya. Ringan dan mistis, begitu kesannya. Suara gamelan memang selalu menyenangkan. Sederhana tapi elegan. 

 
Fighting 
 

 Cantik


  
Imut
Menutup cerita di keraton, kami pun makan ala kadarnya karena memang sudah sangat kelaparan. Wedang ronde, siomay dan bakso. Kami berteduh di depan loket registrasi dinaungi pohon keben yang sepertinya bukan jenis tanaman yang umum ditanam. Kata pak penjual bakso, isinya berkhasiat untuk mengobati katarak.

 
 Wedang Ronde


 
Makannnn
 
Buah Keben

Photos by @bonietabonie & @Dhaniada 

12 komentar:

  1. Mbak.. sekalian donk transportna gimana aja.. sapa tau bisa buat refrensi yang lain yang mau ngetrip ke jogjah.. *kanggo aku maksude

    BalasHapus
  2. Jadi pengen ke kraton jogja 😉

    BalasHapus
  3. Sekedar saran kalau bisa font hurufnya diganti yang lebih sederhana ya, Sista.

    Mata terasa sakit n lelah untuk membacanya.

    Salam http://jelajah-nesia2.blogspot.com

    BalasHapus
    Balasan
    1. perasaan biasa aja font nya... yg mana yg sakit?? sini aku tambahin.... :P

      Hapus
  4. Sekarang kraton tertutup abu tebal kak :( *sedih

    BalasHapus
  5. wah.... wah wah.. wah.....
    mau dong kapan kapan aku di ajak ngetrip ke jogja... bareng sama dua dosen ku... :D

    BalasHapus